Pentingnya Pendidikan Karakter dan Budaya Toleransi bagi Generasi Muda

Pentingnya Pendidikan Karakter dan Budaya Toleransi bagi Generasi Muda

Di tengah laju perkembangan teknologi dan kompleksitas isu sosial, pendidikan di Indonesia tidak lagi cukup hanya berfokus pada kecerdasan kognitif semata. Generasi muda saat ini, yang akan menjadi pemimpin masa depan, memerlukan fondasi moral dan etika yang kuat untuk dapat berinteraksi secara harmonis dalam masyarakat yang majemuk. Inilah mengapa Pentingnya Pendidikan Karakter dan penanaman budaya toleransi menjadi agenda utama dalam sistem pendidikan nasional. Kurikulum Merdeka, dengan penekanan pada Profil Pelajar Pancasila, secara eksplisit menempatkan nilai-nilai religius, kebhinekaan global, dan gotong royong sebagai kompetensi utama yang harus dicapai siswa. Menurut Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Menengah (Dirjen PDM) Kemendikbudristek, Prof. Dr. Iwan Syahril, pada konferensi pers yang diadakan pada Selasa, 12 November 2024, penguatan karakter adalah investasi jangka panjang untuk menjaga keutuhan bangsa.

Budaya toleransi, yang merupakan bagian integral dari Pendidikan Karakter, adalah kemampuan untuk menerima dan menghargai perbedaan, baik itu suku, agama, ras, maupun antargolongan (SARA). Dalam konteks Indonesia, yang memiliki ribuan pulau dan ratusan suku, sikap ini merupakan pilar utama persatuan. Sayangnya, tantangan intoleransi masih kerap muncul. Sebagai contoh, sebuah laporan dari Pusat Studi Kebhinekaan (Pusdik Beka) yang dirilis pada Januari 2025 menunjukkan adanya peningkatan kecil kasus perundungan (bullying) berbasis SARA di lingkungan sekolah menengah, naik sekitar 5% dibandingkan tahun sebelumnya. Data ini menggarisbawahi urgensi bagi setiap sekolah untuk secara konsisten mempraktikkan Pentingnya Pendidikan Karakter melalui kegiatan nyata, bukan sekadar teori.

Strategi efektif untuk menanamkan nilai-nilai ini adalah melalui integrasi dalam kegiatan ekstrakurikuler dan proyek berbasis komunitas. Salah satunya adalah Proyek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5) yang mewajibkan siswa terlibat dalam proyek bertema Kebhinekaan Global. Di SMA Negeri 50 Surabaya, misalnya, siswa berhasil menyelenggarakan festival budaya mini bertajuk “Harmoni Nusantara” pada 28 Oktober 2025, bertepatan dengan Hari Sumpah Pemuda. Kegiatan ini melibatkan presentasi dan pertunjukan seni dari berbagai etnis yang ada di sekolah, bahkan mengundang tokoh adat setempat, Bapak Kuncoro, untuk memberikan ceramah tentang filosofi toleransi dalam budaya Jawa. Melalui kegiatan praktis seperti ini, siswa tidak hanya belajar, tetapi juga merasakan dan menghayati nilai-nilai toleransi secara emosional.

Selain itu, Pentingnya Pendidikan Karakter juga mencakup pembentukan disiplin dan integritas. Nilai-nilai ini diwujudkan dalam kejujuran saat ujian, tanggung jawab terhadap tugas, dan etika berinteraksi di media sosial. Sekolah juga bekerja sama dengan pihak kepolisian, misalnya melalui program “Polisi Sahabat Siswa” yang dijalankan oleh Polsek Setiabudi. Program ini, yang dijadwalkan sebulan sekali setiap Jumat pukul 08.00 WIB, memberikan workshop tentang etika bermedia sosial dan konsekuensi hukum dari hoaks atau ujaran kebencian. Dengan demikian, penanaman karakter tidak hanya menjadi tanggung jawab guru agama dan BK, tetapi juga menjadi tanggung jawab kolektif seluruh elemen sekolah dan mitra masyarakat. Generasi muda yang berkarakter kuat dan toleran adalah aset tak ternilai bagi kelangsungan masa depan bangsa yang damai dan maju.

Comments are closed.